Sejarah Kelembagaan Pengurusan Piutang
Negara RI
Pada tanggal 14 Maret 1957, Negara Indonesia membuat
Pernyataan Negara dalam keadaan darurat perang (Staat Van Oorlog en Beleg-SOB).
SOB disebut sebagai state of emergency adalah suatu pernyataan dari pemerintah yang bisa mengubah fungsi-fungsi
pemerintahan, memperingatkan warganya untuk mengubah aktivitas, atau
memerintahkan badan-badan negara untuk menggunakan rencana-rencana penanggulangan
keadaan darurat. Biasanya, keadaan ini muncul pada masa bencana alam, kerusuhan sipil, atau setelah
ada pernyataan perang.
Pada tanggal 6 April 1958 dibentuklah
Panitia Penyelesaian Piutang Negara (P3N) berdasarkan Keputusan Penguasa Perang
Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0241/1958. Tujuan penyelesaian piutang negara dengan
cara Parate Eksekusi. Parate eksekusi
adalah pelaksanaan prestasi yang dilakukan sendiri oleh kresitur (berpiutang)
tanpa melalu hakim. Jadi parate eksekusi langsung, terjadi apabila seorang
kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel
eksekutorial.
Seiring dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 yaitu kembali kepada UUD 1945, negara kembali dalam keadaan Tertib Sipil
dan mulai diberlakukan pada tanggal 16 Desember 1960. Dalam situasi tertib
sipil tersebut, maka dasar hukum yang memayungi Keputusan Penguasa Perang Pusat
Kepala Staf Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/0241/1958 yang mengatur tentang P3N dinyatakan tidak
berlaku lagi mulai tanggal 16 Desember 1960. Namun demikian, tugas dan
kewenangan P3N untuk menyelesaikan piutang negara secara cepat dan efisien
masih dipandang relevan untuk tetap dilaksanakan. Oleh karena itu, sebelum
Keputusan Penguasa Perang Pusat tersebut dicabut, maka dipandang perlu untuk
menyusun suatu ketentuan pengganti yang dapat mempertahankan eksistensi tugas
dan kewenangan pengurusan piutang negara yang cepat dan efisien.
Pada tanggal 14 Desember 1960 pemerintah menerbitkan
Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara. Berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang tersebut
pemerintah membentuk Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) sebagai pengganti
P3N. Guna melestarikan dan mempertahankan eksistensi kewenangan P3N, maka PUPN
juga diberikan kewenangan Parate Eksekusi
dalam melaksanakan tugasnya. Kewenangan Parate
Eksekusi adalah kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri barang yang
menjadi objek jaminan kalau cidera janji / wanprestasi tanpa harus meminta flat
(persetujuan) dari Ketua Pengadilan.
Pada tanggal 4 Februari
1961 ditetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Penetapan semua
Undang-Undang Darurat dan Semua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang yang
Sudah Ada Sebelum tanggal 1 Januari 1961 menjadi Undang-Undang. (UU berlaku
surut sampai tanggal 1 Januari 1961). Dalam UU tersebut, tercantum:
Peraturan ini keluar dari keinginan dan
hasrat yang besar untuk turut membangun semesta dalam bidang
perundang-undangan.Adanya tumpukan peraturan-peraturan Negara yang masih
memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat itu tidaklah wajar dan harus cepat
diakhiri. Pemerintah berniat supaya selanjutnya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang hanya akan dikeluarkan dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Dasar.Hasrat membangun ini sangat terhalang apabila kita masih
selalu mengingat pada penyelesaian peraturan-peraturan Negara yang sudah
berlaku sekian lamanya dan yang karena bermacam hal dahulu dikeluarkan oleh
Pemerintah tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Kalau peraturan-peraturan
Negara yang telah berlaku dengan sah sekian lamanya itu sudah ditetapkan
menjadi undang-undang biasa, maka perhatian dan tenaga kita dapat ditujukan
sepenuhnya kepada pengaturan hal-hal yang baru.Sudah barang tentu
peraturan-peraturan Negara yang telah ditetapkan menjadi undang-undang biasa
senantiasa dapat diubah, ditambah, dicabut diganti apabila dipandang perlu.
Pada tanggal 26 Desember 1961 diterbitkan Keputusan Menteri Pertama RI Nomor
454/M.P./1961 tentang Pembentukan Panitya Urusan Piutang Negara.
Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia
Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) tidak mampu menangani penyerahan piutang
negara yang berasal dari kredit investasi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
11 Tahun 1976 dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) dengan tugas mengurus
penyelesaian piutang negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960
tentang Panitia Urusan Piutang Negara, sedangkan PUPN yang merupakan panitia
interdepartemental hanya menetapkan produk hukum dalam pengurusan piutang
negara. Sebagai penjabaran Keppres tersebut, maka Menteri Keuangan mengeluarkan
Surat Keputusan Nomor 517/MK/IV/1976 tentang susunan organisasi dan tata kerja
BUPN, dimana tugas pengurusan piutang Negara dilaksanakan oleh SatuanTugas
(Satgas) BUPN.
Untuk mempercepat proses pelunasan piutang negara macet,
diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 yang menggabungkan fungsi
lelang dan seluruh aparatnya dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ke dalam
struktur organisasi Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), sehingga terbentuklah organisasi
baru yang bernama Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sebagai
tindak lanjut, Menteri Keuangan memutuskan bahwa tugas operasional pengurusan
piutang Negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara
(KP3N), sedangkan tugas operasional lelang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara
(KLN). Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang
susunan organisasi dan tugas departemen
yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
2/KMK.01/2001 tentang perubahan lampiran keputusan menteri keuangan nomor
543/kmk.01/1993 tanggal 22 mei 1993 tentang perubahan lampiran keputusan
menteri keuangan nomor 446/kmk.01/1983 tanggal 2 juli 1983 tentang penunjukan
pejabat pengganti
dalam lingkungan departemen keuangan tanggal 3 Januari 2001, BUPLN ditingkatkan
menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang fungsi
operasionalnya dilaksanakan oleh Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara
(KP2LN).
Pada tanggal 3 januari 2001, diterbitkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang organisasi dan tata kerja Departemen
Keuangan.
Pasal 21
(1)Pendidikan
tinggi kedinasan terdiri dari Pendidikan Program Diploma Keuangan, Program
Sarjana, dan Program Pasca Sarjana;
(2)Pendidikan
Program Diploma Keuangan yang selanjutnya disebut Program Diploma Keuangan
adalah pendidikan tinggi kedinasan dalam lingkungan Departemen Keuangan yang
telah disahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 22
(1) Program Sarjana dan Pasca Sarjana
dilaksanakan di dalam dan di luar negeri;
(2) Program Pasca Sarjana terdiri dari
program S2 dan Program S3.
Pasal 23
(1
)Rincian lebih lanjut dari jenis dan jenjang diklat teknis dan diklat
fungsional, diklat ujian dinas, diklat penyesuaian ijazah" dan diklat
penyegaran dilakukan oleh BPPK bekerja sama dengan unit eselon I di lingkungan
Departemen Keuangan dan ditetapkan dengan keputusan Kepala BPPK;
(2)
Rincian lebih lanjut dari jenis dan jenjang Pendidikan program Diploma Keuangan
dilakukan oleh BPPK bekerja sama dengan unit eselon I di lingkungan Departemen
Keuangan dan ditetapkan dengan keputusan Kepala BPPK.
BAB IV
KEDUDUKAN DAN
HUBUNGAN KERJA ANTAR UNIT ORGANISASI DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT
Pasal 24
Dalam
rangka mewujudkan program diklat yang efektif dan efisien diperlukan pengaturan
kedudukan dan hubungan kerja antar BPPK, Setjen, dan unit eselon I, sebagai
berikut :
a.
Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK) sebagai pengelola diklat menyusun pola diklat dan kurikulum
diklat, menyediakan rencana dan program diklat, menyelenggarakan diklat,
mengkoordinasikan, mengevaluasi penyelenggaraan hasil dan manfaat diklat.
b.
Sekretariat Jenderal sebagai
koordinator pembinaan kepegawaian mengkoordinasikan pengembangan dan pengawasan
standar kompetensi jabatan serta mengendalikan pemanfaaatan lulusan diklat;
c.
Unit-unit Eselon I sebagai
pengguna diklat merumuskan standar kompetensi jabatan, menyusun monografi
kepegawaian, perencanaan kepegawaian, merumuskan kebijaksanaan kepegawaian,
menyusun pola promosi dan mutasi, menyusun pola pembinaan dan pengembangan
pegawai serta memanfaatkan lulusan diklat;
d.
BPPK dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan dapat bekerja sama dengan pihak lain.
Kemudian pada 2 Oktober 2002, diterbitkan Keputusan Menteri
Keuangan nomor 425/KMK.01/2002 tentang organisasi dan tata kerja kanwil DJPLN
dan KP2LN, yang menyatukan KP3N dan KLN menjadi KP2LN sebagai kantor
operasional dalam pelaksanaan pengurusan dan penyelesaian piutang negara, yang
sebelumnya terpisah yang dipimpin oleh kepala kantor yang berlainan.
Penggabungan kedua kantor tersebut sudah tentu merupakan salah satu cara yang
ditempuh oleh DJPLN untuk dapat lebih meningkatkan pengurusan piutang negara
dan pelayanan lelang yang efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab
disamping untuk lebih mempercepat proses administratif penyelesaian piutang
negara yang macet melalui lelang eksekusi barang jaminan piutang negara dan
atau harta kekayaan lainnya dari penanggung hutang.
Reformasi Birokrasi di
lingkungan Departemen Keuangan pada tahun 2006 menjadikan fungsi pengurusan
piutang negara dan pelayanan lelang digabungkan dengan fungsi pengelolaan
kekayaan negara pada Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara
(PBM/KN) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), sehingga berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian
Republik Indonesia, DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN), dan KP2LN berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan
penilaian. Adapun pasal yang diubah dalam perubahaan keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang menyebutkan tentang DJKN diantaranya :
·
Pasal 15,
yang menyebutkan macam-macam Departemen Keuangan, pada poin f.
·
Pasal 16,
yang menjelaskan tugas dari masing-masing Departemen Keuangan, pada poin (6)
yang berbunyi :
(6)
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara,
piutang negara dan lelang.
Selain dikeluarkannya
Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tersebut, ada juga Peraturan Menteri
Keuangan nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN ), dalam peraturan tersebut
menyebutkan secara rinci terkait dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (
DJKN ), diantaranya :
·
BAB I,
tentang Kantor Wilayah DJKN
·
BAB II,
tentang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang ( KPKNL )
·
BAB III,
tentang Kelompok Jabatan Fungsional
·
BAB IV,
tentang Tata Kerja
·
BAB V,
tenang Lokasi
·
BAB VI,
tentang Eselonasi
Tugas dan fungsi PUPN/DJKN kedepan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007
tentang pengurusan piutang Negara, hanya melaksanakan pengurusan piutang
negara/daerah yang berasal dari penyerahan Instansi Pemerintah
Pusat/Daerah, Lembaga Negara, Komisi Negara/Lembaga Tinggi Negara, Badan Hukum
Milik Negara, Badan Layanan Umum, dan BUMN/BUMD yang menyalurkan dana yang
berasal dari instansi pemerintah melalui pola channeling atau risk sharing. Penyitaan terhadap harta kekayaan lain milik Penanggung
Hutang yang diatur dalam Pasal 161 (2) PMK Nomor 128/PMK.06/2007, yang
berperan strategis guna mengambil alih secara paksa terhadap harta kekayaan
lain milik Penanggung Hutang untuk mendukung penyelesaian hutang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara yang diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
102/PMK.01/2008 17 ditetapkan pada tanggal 11 Juli 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Instansi Vertikat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V adalah Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berada dibawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah suatu Direktorat
Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis dibidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan DJKN tidak lepas dari
tugas dan peran Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam mengurus dan
menyelesaikan piutang negara serta permasalahan piutang negara yang semakin
kompleks baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Lalu pemerintah mengeluarkan PMK No.155/PMK.06/2009 tentang
Perubahan atas PMK No.122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja PUPN
pada tanggal 30 September 2009. Selain itu diterbitkan pula PMK 184/PMK.01/2010
tentang Organisasi dan tata Kerja Kementerian Keuangan, Dasar Organisasi DJKN
pada tanggal 11 Oktober 2010 dan PMK Nomor 170/PMK.01/2012 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada
tanggal 6 November 2012.
Ringkasnya seperti ini...