Saturday, October 1, 2016

Timeline Pengurusan Piutang Negara

Sejarah Kelembagaan Pengurusan Piutang Negara RI


Pada tanggal 14 Maret 1957, Negara Indonesia membuat Pernyataan Negara dalam keadaan darurat perang (Staat Van Oorlog en Beleg-SOB). SOB disebut sebagai state of emergency adalah suatu pernyataan dari pemerintah yang bisa mengubah fungsi-fungsi pemerintahan, memperingatkan warganya untuk mengubah aktivitas, atau memerintahkan badan-badan negara untuk menggunakan rencana-rencana penanggulangan keadaan darurat. Biasanya, keadaan ini muncul pada masa bencana alam, kerusuhan sipil, atau setelah ada pernyataan perang.
Pada tanggal 6 April 1958 dibentuklah Panitia Penyelesaian Piutang Negara (P3N) berdasarkan Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0241/1958. Tujuan penyelesaian piutang negara dengan cara Parate Eksekusi. Parate eksekusi adalah pelaksanaan prestasi yang dilakukan sendiri oleh kresitur (berpiutang) tanpa melalu hakim. Jadi parate eksekusi langsung, terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial.
Seiring dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yaitu kembali kepada UUD 1945, negara kembali dalam keadaan Tertib Sipil dan mulai diberlakukan pada tanggal 16 Desember 1960. Dalam situasi tertib sipil tersebut, maka dasar hukum yang memayungi Keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/0241/1958  yang mengatur tentang P3N dinyatakan tidak berlaku lagi mulai tanggal 16 Desember 1960. Namun demikian, tugas dan kewenangan P3N untuk menyelesaikan piutang negara secara cepat dan efisien masih dipandang relevan untuk tetap dilaksanakan. Oleh karena itu, sebelum Keputusan Penguasa Perang Pusat tersebut dicabut, maka dipandang perlu untuk menyusun suatu ketentuan pengganti yang dapat mempertahankan eksistensi tugas dan kewenangan pengurusan piutang negara yang cepat dan efisien.
Pada tanggal 14 Desember 1960 pemerintah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang tersebut pemerintah membentuk Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) sebagai pengganti P3N. Guna melestarikan dan mempertahankan eksistensi kewenangan P3N, maka PUPN juga diberikan kewenangan Parate Eksekusi dalam melaksanakan tugasnya. Kewenangan Parate Eksekusi adalah kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri barang yang menjadi objek jaminan kalau cidera janji / wanprestasi tanpa harus meminta flat (persetujuan) dari Ketua Pengadilan.
Pada tanggal 4 Februari 1961 ditetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Penetapan semua Undang-Undang Darurat dan Semua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang yang Sudah Ada Sebelum tanggal 1 Januari 1961 menjadi Undang-Undang. (UU berlaku surut sampai tanggal 1 Januari 1961). Dalam UU tersebut, tercantum:
Peraturan ini keluar dari keinginan dan hasrat yang besar untuk turut membangun semesta dalam bidang perundang-undangan.Adanya tumpukan peraturan-peraturan Negara yang masih memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat itu tidaklah wajar dan harus cepat diakhiri. Pemerintah berniat supaya selanjutnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang hanya akan dikeluarkan dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Dasar.Hasrat membangun ini sangat terhalang apabila kita masih selalu mengingat pada penyelesaian peraturan-peraturan Negara yang sudah berlaku sekian lamanya dan yang karena bermacam hal dahulu dikeluarkan oleh Pemerintah tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Kalau peraturan-peraturan Negara yang telah berlaku dengan sah sekian lamanya itu sudah ditetapkan menjadi undang-undang biasa, maka perhatian dan tenaga kita dapat ditujukan sepenuhnya kepada pengaturan hal-hal yang baru.Sudah barang tentu peraturan-peraturan Negara yang telah ditetapkan menjadi undang-undang biasa senantiasa dapat diubah, ditambah, dicabut diganti apabila dipandang perlu. Pada tanggal 26 Desember 1961 diterbitkan Keputusan Menteri Pertama RI Nomor 454/M.P./1961 tentang Pembentukan Panitya Urusan Piutang Negara.
Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) tidak mampu menangani penyerahan piutang negara yang berasal dari kredit investasi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) dengan tugas mengurus penyelesaian piutang negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, sedangkan PUPN yang merupakan panitia interdepartemental hanya menetapkan produk hukum dalam pengurusan piutang negara. Sebagai penjabaran Keppres tersebut, maka Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 517/MK/IV/1976 tentang susunan organisasi dan tata kerja BUPN, dimana tugas pengurusan piutang Negara dilaksanakan oleh SatuanTugas (Satgas) BUPN.
Untuk mempercepat proses pelunasan piutang negara macet, diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 yang menggabungkan fungsi lelang dan seluruh aparatnya dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ke dalam struktur organisasi Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), sehingga terbentuklah organisasi baru yang bernama Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sebagai tindak lanjut, Menteri Keuangan memutuskan bahwa tugas operasional pengurusan piutang Negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N), sedangkan tugas operasional lelang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara (KLN). Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang susunan organisasi dan tugas departemen  yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang perubahan lampiran keputusan menteri keuangan nomor 543/kmk.01/1993 tanggal 22 mei 1993 tentang perubahan lampiran keputusan menteri keuangan nomor 446/kmk.01/1983 tanggal 2 juli 1983 tentang penunjukan pejabat pengganti
dalam lingkungan departemen keuangan tanggal 3 Januari 2001, BUPLN ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang fungsi operasionalnya dilaksanakan oleh Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).
Pada tanggal 3 januari 2001, diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Keuangan.

Pasal 21
(1)Pendidikan tinggi kedinasan terdiri dari Pendidikan Program Diploma Keuangan, Program Sarjana, dan Program Pasca Sarjana;
(2)Pendidikan Program Diploma Keuangan yang selanjutnya disebut Program Diploma Keuangan adalah pendidikan tinggi kedinasan dalam lingkungan Departemen Keuangan yang telah disahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Pasal 22
(1)       Program Sarjana dan Pasca Sarjana dilaksanakan di dalam dan di luar negeri;
(2)       Program Pasca Sarjana terdiri dari program S2 dan Program S3.

Pasal 23
(1 )Rincian lebih lanjut dari jenis dan jenjang diklat teknis dan diklat fungsional, diklat ujian dinas, diklat penyesuaian ijazah" dan diklat penyegaran dilakukan oleh BPPK bekerja sama dengan unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan dan ditetapkan dengan keputusan Kepala BPPK;
(2) Rincian lebih lanjut dari jenis dan jenjang Pendidikan program Diploma Keuangan dilakukan oleh BPPK bekerja sama dengan unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan dan ditetapkan dengan keputusan Kepala BPPK.

BAB IV
KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN KERJA ANTAR UNIT ORGANISASI DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT

Pasal 24
Dalam rangka mewujudkan program diklat yang efektif dan efisien diperlukan pengaturan kedudukan dan hubungan kerja antar BPPK, Setjen, dan unit eselon I, sebagai berikut :
a.       Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) sebagai pengelola diklat menyusun pola diklat dan kurikulum diklat, menyediakan rencana dan program diklat, menyelenggarakan diklat, mengkoordinasikan, mengevaluasi penyelenggaraan hasil dan manfaat diklat.
b.      Sekretariat Jenderal sebagai koordinator pembinaan kepegawaian mengkoordinasikan pengembangan dan pengawasan standar kompetensi jabatan serta mengendalikan pemanfaaatan lulusan diklat;
c.       Unit-unit Eselon I sebagai pengguna diklat merumuskan standar kompetensi jabatan, menyusun monografi kepegawaian, perencanaan kepegawaian, merumuskan kebijaksanaan kepegawaian, menyusun pola promosi dan mutasi, menyusun pola pembinaan dan pengembangan pegawai serta memanfaatkan lulusan diklat;
d.      BPPK dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dapat bekerja sama dengan pihak lain.

Kemudian pada 2 Oktober 2002, diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 425/KMK.01/2002 tentang organisasi dan tata kerja kanwil DJPLN dan KP2LN, yang menyatukan KP3N dan KLN menjadi KP2LN sebagai kantor operasional dalam pelaksanaan pengurusan dan penyelesaian piutang negara, yang sebelumnya terpisah yang dipimpin oleh kepala kantor yang berlainan. Penggabungan kedua kantor tersebut sudah tentu merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh DJPLN untuk dapat lebih meningkatkan pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab disamping untuk lebih mempercepat proses administratif penyelesaian piutang negara yang macet melalui lelang eksekusi barang jaminan piutang negara dan atau harta kekayaan lainnya dari penanggung hutang.
Reformasi Birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan pada tahun 2006 menjadikan fungsi pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang digabungkan dengan fungsi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara (PBM/KN) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), sehingga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia, DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan KP2LN berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian. Adapun pasal yang diubah dalam perubahaan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang menyebutkan tentang DJKN diantaranya :
·         Pasal 15, yang menyebutkan macam-macam Departemen Keuangan, pada poin f.
·         Pasal 16, yang menjelaskan tugas dari masing-masing Departemen Keuangan, pada poin (6) yang berbunyi :

 (6)  Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang.

Selain dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tersebut, ada juga Peraturan Menteri Keuangan nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN ), dalam peraturan tersebut menyebutkan secara rinci terkait dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN ), diantaranya :
·         BAB I, tentang Kantor Wilayah DJKN
·         BAB II, tentang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang ( KPKNL )
·         BAB III, tentang Kelompok Jabatan Fungsional
·         BAB IV, tentang Tata Kerja
·         BAB V, tenang Lokasi
·         BAB VI, tentang Eselonasi

Tugas dan fungsi PUPN/DJKN kedepan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang pengurusan piutang Negara, hanya melaksanakan pengurusan  piutang negara/daerah  yang berasal dari penyerahan  Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, Lembaga Negara, Komisi Negara/Lembaga Tinggi Negara, Badan Hukum Milik Negara, Badan Layanan Umum, dan BUMN/BUMD yang menyalurkan dana yang berasal dari instansi pemerintah melalui pola channeling atau risk sharing. Penyitaan terhadap harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang yang diatur dalam Pasal 161 (2)  PMK Nomor 128/PMK.06/2007, yang berperan strategis guna mengambil alih secara paksa terhadap harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang untuk mendukung penyelesaian hutang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 17 ditetapkan pada tanggal 11 Juli 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah suatu Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan DJKN tidak lepas dari tugas dan peran Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam mengurus dan menyelesaikan piutang negara serta permasalahan piutang negara yang semakin kompleks baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Lalu pemerintah mengeluarkan PMK No.155/PMK.06/2009 tentang Perubahan atas PMK No.122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja PUPN pada tanggal 30 September 2009. Selain itu diterbitkan pula PMK 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan tata Kerja Kementerian Keuangan, Dasar Organisasi DJKN pada tanggal 11 Oktober 2010 dan PMK Nomor 170/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada tanggal 6 November 2012.
Ringkasnya seperti ini...



 




No comments:

Post a Comment

Basyar, Bani Adam, An-Nas, Insan dalam Al-Qur'an

Di dalam Al-Qur'an, manusia disebutkan dalam empat kata yang berbeda yakni Basyar, Bani Adam, An-Nas,dan Insan. Secara khusus keempat ka...