Thursday, September 29, 2016

Hukum Tanah II



PERKEMBANGAN HTN DI INDONESIA
Kuliah ke 2
GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA
Hukum tanah di Indonesia mengalami perombakan pada saat diberlakukan UUPA pada tanggal 24 September 1960, sehingga dapat dikatakan bahwa pada tanggal tersebut muncul pembaharuan Hukum Tanah yang berlaku di Indonesia.
A.      HUKUM TANAH LAMA (SEBELUM UUPA, 24 SEPTEMBER 1960).
Sebelum berlakunya UUPA, pengaturan mengenai Hukum Tanah di Indonesia tidak hanya terdapat dalam satu macam hukum saja. Peraturan dalam arti kaedah-kaedah tersebut dapat dijumpai di dalam berbagai macam bidang hukum, yaitu :
1.       HUKUM TANAH ADAT
Hukum Tanah Adat merupakan hukum tidak tertulis dan sejak semula berlaku dikalangan masyarakat asli Indonesia sebelum datangnya bangsa-bangsa Portugis, Belanda, Inggris dan sebagainya.

2.       HUKUM TANAH BARAT
Dalam perkembangan selanjutnya bersamaan dengan datangnya Belanda di Indonesia, mereka membawa perangkat hukum Belanda tentang tanah yang mula-mula merupakan hukum Belanda kuno yang didasarkan pada hukum kebiasaan yang tidak tertulis, misalnya Bataviasche Grondhuur, dan hukum tertulis seperti Overschrijvings Ordonnantie, Stbl. 1934-27.

Kemudian pada tahun 1848 mulailah diberlakukan suatu ketentuan hukum barat yang tertulis yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) yang sampai sekarang masih kita kenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
BW secara formal memang dinyatakan mulai berlaku sejak tahun 1848, sebagian berlaku kemudian.
Disamping memuat ketentuan-ketentuan perdata pada umumnya, BW juga memuat perangkat hukum tanah barat yang dapat dijumpai dalam :
-          Buku II, dengan judul Hak-hak atas Tanah dan Hak Jaminan atas Tanah;
-          Buku III, dengan judul Jual Beli;
-          Buku IV, dengan judul Perihal Daluarsa.
Perlu dijelaskan disini, bahwa motivasi yang mendorong timbulnya Hukum Tanah Barat tersebut antara lain adalah banyaknya orang Belanda yang memerlukan tanah, misalnya untuk :
-          Perkebunan atau bangunan/rumah peristirahatan (bungalow) di luar kota dengan hak Erpacht (Pasal 720 BW);
-          Rumah tinggal atau tempat usaha di dalam kota dengan hak Eigendom dan hak Opstal.
Jadi kita kenal dua macam perangkat Hukum Tanah, yaitu Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat.
Oleh karenanya, Hukum Tanah yang berlaku pada waktu itu dikatakan bersifat dualistis.
  Selain kedua macam Hukum Tanah tersebut diatas yang merupakan ketentuan-ketentuan pokok, masih ada pula Hukum Tanah lain sebagi ketentuan pelengkap, yaitu apa yang kita kenal dengan :
a.       Hukum Tanah Antar Golongan;
b.       Hukum Tanah Administrasi;
c.       Hukum Tanah Swapraja.
Ketiga perangkat hukum tersebut lahir akibat adanya dualisme di bidang hukum tanah.
Dengan demikian Hukum Tanah Lama (sebelum UUPA berlaku) meliputi :
                                                                                        Hukum Tanah Adat
                                        Ketentuan Pokok                                                             Dualistis
                                                                                        Hukum Tanah Barat
PLURALISTIK
                                                                                        Hukum Tanah Antar Golongan
                                        Ketentuan Pelengkap     Hukum Tanah Administrasi
                                                                                        Hukum Tanah Swapraja


3.       HUKUM TANAH ANTAR GOLONGAN
Hukum Tanah Antar Golongan ini kaedah-kaedahnya tidak dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis, tetapi berupa putusan-putusan pengadilan yang menjadi yurisprudensi dan pendapat para ahli atau sarjana hukum.
Namun demikian, ada juga peraturan-peraturan tertulis yang diciptakan untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hukum Tanah Antar Golongan.
Kaedah-kaedah dari Hukum Antar Golongan ini diciptakan dengan maksud untuk menyelesaikan hubungan antar golongan yang menyangkut masalah  tanah sesuai dengan pembagian golongan penduduk Indonesia yang pada waktu itu tunduk pada hukum yang berbeda, atas dasar ketentuan Pasal 131 jo. 163 Indische Staats Reglement (IS), dimana bagi :
-          Golongan Eropa dan Timur Asing, berlaku Hukum Barat;
-          Golongan Bumiputera (Indonesia Asli), berlaku Hukum Adat.
Timbulnya Hukum Tanah Antar Golongan karena:
a.       Sifat dualisme dalam Hukum Tanah yang berlaku semasa pemerintihaan Hindia Belanda, dimana adanya hubungan-hubungan serta peristiwa-peristiwa  hukum yang terjadi antara orang-orang Indonesia Asli dengan orang-orang bukan Indonesia Asli.
b.       Tanah-tanah Eropa tidak hanya dipunyai oleh orang-orang bukan Indonesia (yang tunduk pada Hukum Barat), demikian pula tanah-tanah Indonesia tidak hanya dimiliki oleh orang-orang Indonesia Asli (yang tunduk pada Hukum Adat).
c.       Namun demikian perlu dicatat bahwa tanah-tanah Hak Barat tidak akan berubah status hukumnya menjadi tanah hak golongan lain, sekalipun dipunyai oleh subyek-subyek yang tunduk pada hukum yang berlainan (STATUS HUKUM TIDAK MEMPENGARUHI STATUS TANAH YANG DIPUNYAINYA).

4.       HUKUM TANAH ADMINISTRASI
Hukum Tanah Administrasi adalah keseluruhan peraturan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa atau negara untuk melaksanakan politik pertanahan dan memberikan wewenang khusus kepada penguasa untuk melakukan tindakan-tindakan di bidang pertanahan.
Hukum Tanah Administrasi yang berlaku sebelum UUPA tentunya adalah Hukum Tanah Administrasi ciptaan pemerintah kolonial Belanda, yang terkenal dengan nama Agrarische Wet 1870.
Sebelum berlaku Cultuur Stelsel (Sistem Tanam Paksa) yang juga merupakan politik pertanahan yang dilancarkan Pemerintah Hindia Belanda, dimana rakyat Indonesia dipaksa untuk menanam tanaman yang laku di pasaran Eropa.
Perbedaannya, Agrarische Wet terbuka bagi pengusaha asing/swasta, sedangkan Cultuur Stelsel merupakan monopoli pemerintah.
5.       HUKUM TANAH SWAPRAJA
Hukum Tanah Swapraja adalah keseluruhan peraturan tentang pertanahan yang khusus berlaku di daerah Swapraja, seperti Keultanan Yogyakarta, Surakarta, dan Deli.
Hukum Tanah Swapraja ini pada dasarnya adalah Hukum Tanah Adat yang diciptakan oleh Pemerintah Swapraja dan sebagian diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Misalnya Stbl. 1915-474 yang intinya memberi wewenang pada penguasa Swapraja untuk memberikan tanahnya dengan hak=hak barat.
Dalam konsideran Stbl. 1915-474 ditegaskan bahwa diatas tanah=tanah yang terletak dalam wilayah hukum Swapraja dapat didirikan hak-hak kebendaan yang diatur dalam BW, Seperti Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal, dan sebagainya.
Dimungkinkan pula  untuk memberi tanah-tanah Swapraja tersebut dengan hak-hak barat , terbatas pada orang-orang yang tunduk pada BW saja.
Setelah UUPA berlaku, hukum tanah Swapraja dihapus.

Dengan adanya lima macam Hukum Tanah seperti yang diuraikan diatas sebagi Hukum Tanah lama (sebelum berlakunya UUPA) maka dapat dikatakan bahwa  Hukum Tanah di Indonesia pada masa itu bersifat Pluralistis.

Dengan demikian kita mengenal :
a.       Hukum Tanah Barat yang bersumber pada Hukum Perdata Barat dan peraturan-peraturan lainnya;
b.       Hukum Tanah Adat yang bersumber pada Hukum Adat;
c.       Hukum Tanah Antar Golongan yang bersumber pada HATAH yaitu Yurisprudensi dan pendapat para sarjana;
d.       Hukum Tanah Administrasi yang bersumber pada Hukum Administrasi Negara;
e.       Hukum Tanah Swapraja yang bersumber pada Hukum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara.
Namun seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa yang menjadi ketentuan pokok adalah  Hukum Tanah Barat dan Hukum Tanah Adat, lainnya sebagai pelengkap saja sebagimana dapat deilihat dalam skema berikut:

HUKUM TANAH YANG DUALISTIS

Perangkat                                                                                                                  Perangkat
Hukum Tanah Barat                                                                                                   Hukum Tanah Adat
 Kaedah-Kaedahnya                                                                                                Kaedah-kaedahmya
Tertulis    Tidak Tertulis                                                                         Tertulis       Tidak Tertulis
Buku II BW  Hukum Kebiasaan                                                            Diciptakan  Sbg Hukum yg                                                                                                                    berlaku dikalangan Orang
                                                                                                                        Indonesia Asli   
Buku III BW
Buku IV BW

Agr. Wet 1870
                                        Hukum Tanah Administarsi
Agr. Besluit 1870

B.      MACAM HAK ATAS TANAH DI INDONESIA DAN DAERAH PENGATURANNYA DALAM SISTEM HUKUM TANAH SEBELUM UUPA

Seperti telah diuraikan diatas, Hukum Tanah yang berlaku sebelum UUPA adalah Hukum Tanah Lama yang bersifat Pluralisme, karena terdiri dari Hukum Tanah Adat, Hukum Tanah Barat, Hukum Tanah Antar Golongan, Hukum Tanah Administrasi, dan Hukum Tanah Swapraja.
Namun yang merupakan ketentuan pokok dari macam-macam Hukum Tanah tersebut hanya dua yaitu Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat. Selebihnya hanya merupakan pelengkap saja.
Oleh karena ada dua macam Hukum Tanah yang berkedudukan sebagai ketentuan pokok di Indonesia, yaitu :
1.       Tanah hak Indonesia. Yang diatur dalam Hukum Tanah Adat dalam arti luas dimana kaedah-kaedahnya sebagian besar tidak tertulis, yang diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Swapraja yang semula berlaku bagi orang-orang Indonesia.
Pada dasarnya tanah hak Indonesia meliputi semua tanah yang tidak diatur oleh Hukum Tanah Barat.
a.       Kaedah tidak tertulis, yang berlaku di Indonesia bagi penduduk asli sejak semula;
b.       Kaedah tertulis, yang diciptakan oleh :
-          Pemerintah Swapraja, misalnya peraturan mengenai tanah di daerah Kesultanan Yogyakarta, Surakarta, atau Sumatera Timur.
-          Pemerintah Hindia Belanda, misalnya :
(1)    Hak Agrarisch Eigendom, Stbl. 1872-117 (Koninkijk Besluit) dan Stbl. 1873-38;
(2)    Grand Vervraamdings Verbod (larangan pengasingan tanah), Stbl.1875-179.
Mengenai peraturan tanah Swapraja  di daerah Sumatera Timur, kita jumpai apa yang dinamakan “hak grant sultan”, yakni suatu hak yang diberikan kepada kawula Swapraja yang mirip dengan hak milik adat.
Penggunaan istilah “grant” yang berasal dari bahasa Inggris ini diperkirakan karena latar belakang historis dimana terdapat hubungan kekeluargaan uang erat antara Sultan Sumatera Timur dengan Sultan di Malaysia yang dulunya merupakan tanah jajahan Inggris.
Peraturan tertulis ciptaan pemerintah Swapraja tersebut diatas kita namakan Hukum Tanah Swapraja, dan Hukum Tanah Swapraja ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Adat yang tertulis.
  Ternyata Hukum Tanah Swapraja (sebagai bagian Hukum Tanah Adat yang tertulis) tidak hanya diciptakan oleh Pemerintah Swapraja saja, tetapi ada juga  yang dimuat oleh Pemerintah Hindia Belanda yang mengatur agar Pemerintah Swapraja memberikan tanahnya  dengan Hak Barat, berdasarkan peraturan berbentuk Koninklijk Besluit  yang diundangkan dalam Stbl. 1915-474.
Peraturan ini dalam konsiderannya menegaskan, bahwa tanah-tanah yang terletak di daerah Swapraja dapat dibebami hak-hak kebendaan  yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
 Sebagai contoh, di daerah Swapraja Yogyakarta  sampai sekarang masih dijumpai  tanah swapraja (seperti di daerah Malioboro dan sekiatrnya) yang diberikan dengan hak barat berdasarkan Stbl. 1915-474 ciptaan Pemerintah Belanda.
Walaupun pada prinsipnya tanah-tanah hak Indonesia tunduk pada Hukum Adat, akan tetapi tidak semua tanah Indonesia dibebani dengan hak-hak asli yang berasal atau bersumber dari Hukum Adatn Indonesia.
Buktinya selain apa yang kita kenal sebagai hak ulayat, hak pakai. Hak milik dalam masyarakat tradisional, ada pula hak grant sultan dan grant controlleur ciptaan pemerintah Swapraja, atau hak Agrarisch Eigendom ciptaan Pemerintah Hindia Belanda, yaitu hak yang diperoleh  atas dasar Pasal 51 ayat (7) IS dan lebih lanjut diatur  dalam Koninlijk Besluit yang diundangkan dalam Stbl. 1872-117 serta Ordonantie yang diundangkan dalam  Stbl. 1873-38.
Dengan perkataan lain, tanah-tanah Indonesia tunduk pada Hukum Agraria Adat, sepanjang tidak ada ketentuan yang khusus untuk hak-hak tertentu, misalnya hak Agrarisch Eigendom  berlaku ketentuan yang dimuat dalam Stbl.1872-117 tersebut diatas.





No comments:

Post a Comment

Basyar, Bani Adam, An-Nas, Insan dalam Al-Qur'an

Di dalam Al-Qur'an, manusia disebutkan dalam empat kata yang berbeda yakni Basyar, Bani Adam, An-Nas,dan Insan. Secara khusus keempat ka...