Monday, September 19, 2016

essay perpajakan



“Hubungan antara Ekonomi Makro, Penerimaan Pajak, dan Kasus Panama Papers”

I.               Latar belakang masalah
Pendapatan negara dari pajak adalah penerimaan negara yang persentase terbesar diantara penerimaan negara lainnya terutama dari pajak penghasilan orang pribadi ataupun badan. Penerimaan itu nantinya akan digunakan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia sehingga kesejahteraan yang diharapkan bisa merata di antara masyarakat dapat terwujud. Namun, pada dasarnya tidak ada seorang pun yang rela membayar pajak mengingat tidak adanya imbalan langsung yang didapat oleh wajib pajak, oleh karena kurangnya kesadaran akan pentingnya pajak yang menyebabkan penghindaran pajak. banyak subjek pajak terutama pejabat-pejabat dan pengusaha yang sangat kaya untuk menghindari pemotongan pajak penghasilannya. Berbagai cara yang dilakukan oleh subjek pajak untuk menghindari atau mengurangi kewajibannya membayar pajak salah satunya pencucian uang ataupun yang baru-baru ini yaitu menyimpan harta kekayaannya di luar negeri. Pada kasus panama papers terdapat 2.961 nama dari Indonesia yang memiliki rekening di luar negeri yang dilakukan melalui bank offshore. Misalnya, ketika ada orang kaya dari Indonesia ingin membuka rekening bank di negara lain seperti Swiss, bank Swiss itu bisa disebut bank offshore. Kebanyakan bank offshore berada di wilayah yurisdiksi tax heaven atau negara yang menerapkan pajak rendah. Bank offshore menjadi pilihan favorit bagi orang superkaya untuk mengungsikan harta mereka agar tidak terkena pajak. Hal ini lantaran harta tersebut ditempatkan di negara-negara dengan pajak rendah. Namun, dana tersebut tidak serta-merta ditimbun atau ngendon di negara tax heaven.
Dana milik nasabah superkaya juga diputar ke dalam berbagai instrumen investasi di negara-negara lain yang pajaknya tinggi. Beberapa minggu lalu kasus panama papers yang melibatkan banyak elit politik maupun pengusaha Indonesia sehingga ribuan triliun yang mereka simpan di negara panama (salah satu negara tax heaven) tidak dikenai pajak yang semestinya, yang seharusnya apabila menyimpan uangnya di Indonesia akan dikenai pajak yang lebih tinggi. Hal ini selain merugikan negara juga menyebabkan ketidakadilan sosial di antara masyarakat Indonesia karena banyak rakyat yang pendapatannya dipungut pajak tidak sebesar para pejabat dan pengusaha kaya raya yang mengalihkan hartanya ke luar negeri untuk menghindari pajak. Padahal pada kenyataannya menurut asas tempat tinggal atau domisili, selama subjek pajak berada di Indonesia maka objek pajaknya yang ada di luar negeri juga tetap akan dipungut. Jadi walaupun subjek pajak Indonesia yang sangat kaya menyimpan hartanya di luar negeri maka harta tersebut tetap harus dipotong pajak. Kerugian dari berkurangnya penerimaan pajak inilah yang menjadi permasalahan serius terhadap perekonomian Indonesia akibat dari objek pajak yang selama ini tersembunyi dan tidak dipungut oleh fiskus sehingga perlu adanya tindakan tegas berupa kebijakan pemeritah untuk penerimaan pajak yang maksimal. Dengan demikian, perlulah suatu kebijakan yang tegas yang diterapkan untuk mengatur kepatuhan pembayaran pajak agar pendapatan negara untuk melaksanakan APBN dapat tercapai secara optimal melalui kerjasama antara pemerintah dengan masyrakat melalui kesadaran sebagai warga negara untuk mewujudkan cita-cita Negara Indonesia.




II.        Analisis Pembahasan
Indikator suatu negara untuk dapat dikatakan sebuah negara maju tidak hanya dilihat dari pendapatan perkapita suatu negara ataupun produk domestik bruto negara tersebut. Namun, hal yang lebih signifkan yaitu pemerataan pendapatan di antara warga negara tersebut hal ini juga sesuai dengan cita-cita dasar negara Indonesia yaitu pada sila ke V yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sesuai dengan data ekonomi nasional, menyajikan bahwa pendapatan perkapita Indonesia setiap tahun cenderung mengalami kenaikan secara konsisten namun kenaikan tersebut tidak diikuti oleh berkurangnya koefisien gini atau pemerataan pendapatan antara masyarakat yang dapat diartikan bahwa semakin tinggi angka koefisien gini atau mendekati satu maka ketimpangan sosial diantara masyrakat juga lebih besar. Data ini menjelaskan bahwa pertambahan pendapatan hanya berputar diantara orang-orang kaya saja namun tidak diikuti oleh pemerataan pendapatan kepada orang yang sebelumnya memang miskin. Hal ini juga mengartikan bahwa dengan tidak meratanya pendapatan maka angka pengangguran masih besar. Masalah inilah yang menjadi tugas pemerintah dalam mencapai tujuan negara Indonesia yaitu sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat bukan semata-mata untuk orang-orang tertentu.



  
Data diatas adalah data yang didapatkan dari situs badan pusat statistik yang menyajikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dapat kita lihat bahwa angkanya dari tahun ke tahun selalu meningkat. Namun, pada kenyataannya masih banyak penduduk Indonesia yang masih di bawah garis kemisinan, bahan-bahan pokok masih menjadi barang mewah bagi orang-orang yang menjadi korban ketimpangan ini atau dapat dikatakan masih kurangnya kebutuhan pokok yang dapat mereka penuhi. Oleh sebab itu, pemerintah melalui kebijakannya untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan usaha meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak karena sektor seperti migas yang dahulu adalah sebagai penerimaan utama negara, sekarang tidak lagi berkontribusi sebesar pajak karena migas merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui lagi. Jadi pajak sejak beberapa tahun yang lalu hingga sekarang adalah kekuatan terbesar untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Namun, seperti kita ketahui bahwa  jenis pajak yang dibebankan pada barang konsumsi yaitu pajak dari sisi konsumsi, akan menyebabkan turunnya angka produk domestik bruto akibat turunnya jumlah konsumsi atau dapat dikatakan produk domestik bruto berbanding lurus dengan konsumsi. Permintaan dan penawaran agrergat akan mengalami penurunan akibat beban pajak yang memungkinkan kelesuan ekonomi. Di sisi lain, hal ini yaitu pembebanan yang lebih pada pajak konsumsi adalah suatu reformasi sistem pajak untuk memberikan insentif kepada konsumen agar lebih besar menabung, berinvestasi, dan mengakumulasi modal. Akan tetapi, ini dapat menjadi masalah bagi orang-orang yang berpenghasilan rendah, solusinya yaitu pajak pada konsumsi akan lebih signifikan berpengaruh apabila diterapkan dengan pemotongan pajak berkali-kali lipat hanya pada barang-barang mewah karena seperti yang disebutkan di atas perbedaan distribusi pendapatan antara si kaya dan si miskin terlalu jauh jaraknya sehingga diperlukan kebijakan ini untuk mendistribusikan pendapatan orang-orang kaya dari pajak konsumsi kepada orang-orang miskin. Terkait dengan inti permasalahan tentang kasus panama papers, walaupun berdasarkan data 2015 bahwa pajak penghasilan (migas dan nonmigas) yang merupakan penyumbang persentase pajak tertinggi dibandingkan dari jenis pajak lain, kenyataannya penerimaan pajak seharusnya dapat lebih tinggi apabila tidak ada pungutan yang tersembunyi salah satunya akibat panama papers. Namun, penghindaran pajak penghasilan sudah merupakan keniscayaan dengan berbagai cara dari wajab pajak untuk memperoleh keuntungan atau laba sebesar-besarnya kalau perlu tanpa dikurangi pajak, oleh sebab itu pemerintah sebaiknya melakukan upaya kekurangan dari sisi pajak penghasilan ini misalnya dengan meningkatkan pajak konsumsi hanya untuk barang-barang dan jasa-jasa kelas ekonomi menengah ke atas terlebih juga barang-barang yang mewah sehingga kebijkan ini tidak akan membebankan masyarakat menengah ke bawah.
Adanya kebijakan tersebut, bukan berarti pemerintah membiarkan para mafia pajak dari Indonesia untuk menyimpan kekayaannya di negara tax haven tanpa dipungut pajak. Namun sulitnya atau keterbasan yang mungkin dimiliki oleh fiskus sehingga tidak terdeteksinya pajak di luar negeri disebabkan perlindungan atau merahasiakan harta-harta kekayaan yang disimpan oleh pengemplang pajak di negara-negara tax heaven oleh bank-bank luar negeri yang tidak memberikan informasi mengenai subjek-subjek pajak Indonesia. Kenyataannya, Indonesia sudah memiliki daftar  ribuan nama-nama yang mengalihkan kekayaannya di luar negeri atau negara-negara tax heaven tetapi Indonesia masih mengalami kesulitan dalam pengambilalihan pajak kekayaan-kekayaan yang ada di luar negeri tersebut. Seperti halnya kebijakan tax amnesty sebagai solusi untuk mengalihkan kekayaan wajib pajak di luar negeri yang diberlakukan pemerintah pada tahun 2004 hasilnya gagal untuk mencapai tujuan seperti yang direncanakan. Oleh sebab itu, diperlukan alternatif tambahan untuk menutupi kekurangan penerimaan pajak.
Kejahatan yang dilakukan oleh mafia pajak ini dapat ditutupi oleh pajak konsumsi barang-barang dan jasa-jasa kelas ekonomi menengah ke atas atapun yang sangat mewah seperti yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan untuk kasus panama papers yang orang-orang terlibatnya sudah diketahui maka sudah seharusnya diberikan kebijakan yang tegas agar dapat meningkatkan penerimaan pajak di tahun berikutnya. Badan Legislasi DPR RI menyatakan setuju dengan substansi RUU Tax Amnesty yang disusun pemerintah, setelah bertemu secara informal dengan wakil pemerintah (Harian KONTAN, 22/1). Namun, kebijakan tax amnesty ini bersifat kontroversi dan memiliki kekuatan yang lemah untuk penegakkan hukum dalam penerimaan pajak negara. Kontroversi tersebut adalah Pertama, tarifnya sangat murah: 1% 2% 3% dari selisih harta yang tidak dilaporkan bagi wajib pajak yang melakukan repatriasi dananya dari luar negeri ke Indonesia. Dana 3%,4%, 6% bagi wajib pajak yang tidak merepatriasi dana.
Tarif yang cukup rendah ini menyebabkan penerimaan pajak dari kebijakan ini tidak maksimal. Hanya Rp 60 triliun-Rp 80 triliun, sangat rendah dibandingkan dengan aset objek tax amnesty yang diperkirakan mencapai Rp 2.000 triliun. Bandingkan tarif normal PPh pribadi (5%-30% tergantung penghasilan) dan badan (25%).
Kedua, kebijakan tax amnesty ini dijalankan sebelum pemerintah melaksanakan pertukaran data transaksi dan data harga wajib pajak dengan negara-negara G20 pada 2017. Kerjasama ini dapat digunakan untuk menagih kekurangan pajak. Tapi ketika tax amnesty diberikan sekarang, kerjasama transfer data itu tidak berdampak apa-apa. Seperti senjata lengkap dengan peluru, tapi tidak bisa digunakan. Terkesan kebijakan tax amnesty hanya untuk menyelamatkan para pengemplang pajak, ketimbang menggali penerimaan negara.
Namun pada dasarnya pemerintah lah yang memegang kekuasaan untuk menentukan kebijakan ini, pemerintah menurut saya lebih memahami apa yang seharusnya dilakukan untuk kepentinan negara. Selama kebijakan tax amnesty yang akan diberlakukan tahun ini (2016) memang sudah dipersiapkan seefektif mungkin terutama oleh Direktorat Jendral Pajak maka sudah sepatutnya masyarakat mendukung kebijakan ini, diharapkan dapat mencapai tujuan yaitu memperluas basis pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak di tahun 2016 dan juga memanfaatkan dana sebesar ribuan triliun milik orang-orang Indonesia di luar negeri untuk berkontribusi pada pembiayaan pembangunan, khususnya infrastruktur yang memang membutuhkan modal besar.
Tax amnesty ini harus dimanfaatkan segera mungkin oleh subjek-subjek pajak yang sudah mengemplang pajak karena pada tahun 2018, semua otoritas perbankan di dunia diharuskan membuka data antar bank yaitu Automatic Exchange of Information (AEOI) akan mulai diimpelementasikan yang merupakan hasil kerja sama G-20 dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Apabila pengemplang pajak tetap menghindar dari kebijakan ini maka pada tahun 2018, pengempalang pajak tersebut akan dikenakan sanksi berupa pidana, bunga dan kenaikan.





III.              Penutup
A.                 Simpulan
Kasus panama papers yang telah mengurangi penerimaan negara dari sisi pajak harus diatasi dengan kebijakan-kebijakan yang tegas oleh pemerintah. Kebijakan pengampunan pajak telah menjadi salah satu “penentu arah” ekonomi Indonesia tahun ini dan selanjutnya. Namun kebijakan tersebut perlu dilengkapi lagi untuk menutupi kemungkinan penghindaran pajak yang tidak dapat dideteksi. Penghindaran yang biasanya dilakukan oleh pejabat dan pengusaha kaya raya dengan mengalihkan kekayaannya di banyak negara tax heaven pada kenyataannya masih banyak, dan mungkin dapat ditutupi dengan kebijakan pada jenis pajak lainnya seperti pajak konsumsi barang dan jasa mewah seperti pada pembahasan di atas. Hal ini disebabkan biasanya barang-barang mewah yang dinaikkan harganya akan tetap bersifat inelastis di sisi orang-orang yang sangat kaya di Indonesia. Terbukti dengan ketimpangan yang sangat tinggi di antara masyarakat Indonesia. Dengan kekuatan kebijakan pemerintah diharapkan terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia yaitu pada sila ke V sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi disertai pemerataan kekayaan.

B.                 Rekomendasi
Pemerintah dalam kasus ini adalah fiskus yang memungut pajak kepada orang-orang yang memang sudah seharusnya diambil sebagian hartanya menurut peraturan untuk mecapai perekonomian negara yang berkeadilan dan sejahtera sekaligus untuk melaksanakan amanat negara sehingga tercapainya pemerataan kekayaan di antara masyarakat ataupun pembangunan sarana dan prasarana di seluruh wilayah Indonesia secara berkelanjutan. Walaupun demikian hal ini tidak didukung penuh oleh banyak wajib pajak yang menghindarkan kekayaan mereka dari pajak dengan mengalihkannya ke luar negeri seperti panama sebagai negara tax heaven, lalu pemerintah akan mengatasi permasalan ini dengan tax amnesty. Program ini memang penting dan efektif untuk menambah penerimaan pajak namun pemerintah seharusnya jangan menerapkan kebijakan ini berulang kali yang akan menyebabkan disinsentif bagi wajib pajak yang patuh. Untuk bagi wajib pajak yang telah mengemplang pajak sangat diharuskan memanfaatkan program tax amnesty pada tahun ini (2016) apalagi sanksinya yang sangat ringan dibandingkan apabila harus terkena sanksi pada tahun 2018 akibat tidak melaporkan pajak sebelum  Automatic Exchange of Information (AEoI).






    Daftar Pustaka

Wirawan B. Ilyas, Richard Burton. 2014. Hukum Pajak: Teori, Analisis, dan Perkembangannya. Jakarta: Salemba Empat.

No comments:

Post a Comment

Basyar, Bani Adam, An-Nas, Insan dalam Al-Qur'an

Di dalam Al-Qur'an, manusia disebutkan dalam empat kata yang berbeda yakni Basyar, Bani Adam, An-Nas,dan Insan. Secara khusus keempat ka...