Wednesday, November 2, 2016

Hukum Tanah IV

TANAH SEBAGAI JAMINAN KREDIT
A.      PENGERTIAN
1.       Pengertian Jaminan
Dalam suatu perjanjian kredit/perjanjian pengakuan utang para debitur atau kreditur mempunyai hak dan kewajiban, dan masing-masing terikat oleh isi dari perjanjian kredit tersebut. Untuk memberi kepastian bahwa debitur (penerima kredit) akan meenuhi kewajibannya   kepada kreditur (pemberi kredit) maka diperlukan jaminan. Biasanya yang dijaminkan adalah sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Realisasi pinjaman ini juga selalu berupa menguangkan benda-benda jaminan dan mengambil dari hasil penguangan benda jaminan itu dan yang menjadi hak kreditur.
2.       Pengertian Tanah Sebagai Jaminan Kredit
Salah satu hak atas tanah yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai nilai ekonomis serta dapat dialihkan adalah hak atas tanah. Untuk menjamin pelunasan dari debitur maka hak atas hak atas tanah itulah yang dijadikan jaminannya. Sebagai jaminan kredit, hak atas tanah mempunyai kelebihan, antara lain adalah harganya tidak pernah turun.
B.      MAKSUD DAN TUJUAN JAMINAN KREDIT
1.       Untuk menghindari terjadinya wanprestasi oleh pihak debitur (penerima kredit);
2.       Untuk menghindari risiko rugi yang akan dialami oleh pihak kreditur (pemberi kredit);
3.       Kegunaan dari barang/benda jaminan kredit :
a.       Untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur/pemberi kredit (umumnya pihak bank) untuk mendapatkan pelunasan dengan benda jaminan bilamana debitur/penerima kredit melakukan wanprestasi  atau cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kredit.
b.       Memberi dorongan kepada debitur/penerima kredit agar :
-          Betul-betul menjalankan usaha yang dibiayai dengan kredit itu, karena bila hal tersebut diabaikan maka risikonya hak atas tanah yang dijaminkan akan hilang.
-          Betul-betul memenuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit.
Jaminan dapat dikatakan baik (ideal) adalah apabila :
a.       Dapat dengan mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;
b.       Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya;
c.       Memberi kepastian kepada pemberi kredit dalam arti bahwa jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang penerima kredit.

C.      HAK JAMINAN ATAS TANAH YANG DIATUR DALAM UUPA DAN PERUBAHAN-PERUBAHANNYA AKIBAT BERLAKUNYA UU NO. 4 TAHUN 1996
Hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional  kita adalah Hak Tanggungan, menggantikan Hypotheek dan Credietverband sebagai lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah yang lama. Mengenai Hak Tanggungan tersebut oleh UUPA baru di tentukan obyek yang dapat dibebaninya, yaitu Hak Milik (Pasal 25), Hak Guna Bangunan (Pasal 39), dan Hak Guna Usaha (Pasal 33). Dimana ketentuan-ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh suatu Undang-Undang (Pasal 51 UUPA).  Selama Undang-Undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka berdasarkan Pasal 57 UUPA, yang berlaku adalah ketentuan mengenai Hypotheek (KUH Perdata) dan Creditverband (S.1908-542 sebagaimana yang telah diubah dengan S.1937-190).

Dengan diundangkan dan disahkan UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah pada tanggal 9 April 1996, maka Hak Tanggungan menjadi satu-satunya lembaga jaminan atas tanah.

Dengan berlakunya UUHT, maka ketentuan-ketentuan Hypotheek dan Creditverband yang berfungsi melengkapi ketentuan Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi dan Fidusia sebagai lembaga hak jaminan yang obyeknya hak Pakai diatas tanah negara (vide UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun) tidak diperlukan lagi karena Hak Pakai tersebut oleh UUHT telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan.

Berlakunya UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah menjadi lembaga jaminan tersendiri yang obyeknya adalah selain yang diatur di dalam UU No.4 Tahun 1996.

D.      DASAR HUKUM
1.       UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
2.       PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
3.       UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pengganti UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;
4.       UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah;
5.       PMNA/KaBPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
6.       PMNA/KaBPN No.4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu SKMHT ((Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu;
7.       PMNA/KaBPN No.3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan dan Sertfikat HT.

E.       PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagimana yang dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

F.       CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN
Sebagai hak jaminan yang kuat, Hak Tanggungan mempunyai empat ciri pokok, yaitu :
1.       Memberi kedudukan yang diutamakan kepada krediturnya (droit de preference);
2.       Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite);
3.       Memenuhi azas Spesialitas dan Azas Publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum pada pihak-pihak yang berkepentingan;
4.       Mudah dan pasti pelaksanaannya eksekusi.

G.      SIFAT HAK TANGGUNGAN
1.       Tidak dapat dibagi-bagi, berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Sifat tersebut dapat disimpangi jika Hak Tanggungan dibebankan kepada beberapa hak atas tanah dan pelunasan hutang yang dijamin dilakukan dengan angsuran sebesar nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan dengan Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian, Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa obyek untuk sisa utang yang belum dilunasi. Agar hal ini dapat berlaku, harus diperjanjikan dalam APHT.
2.       Hak Tanggungan merupakan ikutan  (accesoir) pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.

H.      PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
Adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan salah satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan suatu hutang tertentu, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

I.        CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN
1.       Memberi kedudukan yang diutamakan kepada krediturnya (droit de preference)
2.       Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan  ditangan siapapun obyek itu berada (droit de suite)
3.       Memenuhi azas spesialitas dan azas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hokum pada pihak-pihak yang berkepentingan
4.       Mudah dan pasti pelaksanaannya eksekusi

J.        SIFAT HAK TANGGUNGAN
1.       Tidak dapat dibagi-bagi, berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian dari padanya. Pelunasan sebagian utang   yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya untuk sisa utang yang belum dilunasi.  
Sifat tsb dapat disimpangi jika Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan angsuran sebesar nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan  dari Hak Tanggungan tsb. Dengan demikian, Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa obyek untuk sisa utang yang belum dilunasi. Agar ini dapat berlaku, harus diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
2.       Hak Tanggungan merupakan ikutan (accesoir) pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.

K.      SUBYEK HAK TANGGUNGAN
1.       Pemberi Hak Tanggungan
Adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
2.       Pemegang hak Tanggungan
Adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

L.       OBYEK HAK TANGGUNGAN
Syarat :
1.       Memiliki nilai ekonomis;
2.       Dapat dipindahtangankan;
3.       Terdaftar dalam daftar umum;
4.       Ditunjuk oleh Undang-Undang.
a.       Yang ditunjuk oleh UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT):
-          Hak Milik (Pasal 25 UUPA);
-          Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA);
-          Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA).
b.       Yang ditunjuk oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2 UUHT)
Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib di daftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
c.       Yang ditunjuk oleh UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Pasal 27 UUHT):
-          Dalam UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Pengganti UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun):
SHM Sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tangunggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 47 ayat (5).
Yang sarusun (Sertifikat Hak Milik Sarusun) adalah tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah negara, serta Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah hak pengelolaan.
Catatan:
Dalam UU No.16 Tahun 1985 (UU Rumah Susun Lama):
Yang dapat dijaminkan jaminan utang:
1)      Rumah Susun yang berdiri diatas tanah Hak Milik, HGB, dan HP yang diberikan oleh Negara;
2)      Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang bangunannya berdiri diatas tanah Hak Milik, HGB, dan HP yang diberikan oleh Negara.

M.    PROSEDUR PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN
Ada dua tahap dalam pembebanan Hak Tanggungan, yaitu :
1.       Tahap Pemberian Hak Tanggungan
Dengan dibuatnya APHT oleh PPAT  (Pasal 10 ayat 2 UUHT jo Pasal 19 PP 10/1961) yang didahului dengan perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang (perjanjian kredit).
Dalam rangka memenuhi azas Spesialitas, menurut Pasal 11 ayat (1) UUHT, di dalam APHT wajib di cantumkan :
-          Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
-          Domisili pihak-pihak yang bersangkutan;
-          Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin;
-          Nilai tanggungan;
-          Uraian yang jelas tentang obyek Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan di hadiri oleh pemberi Hak Tanggungan, Penerima Hak Tanggungan dan dua orang saksi. Jika tanah yang dijadikan jaminan belum bersertifikat, maka yang wajib bertindak sebagai saksi adalah Kepala Desa/Lurah dan seorang anggota pemerintahan desa/kelurahan.
Jika tanah yang akan dibebani tersebut belum dibukukan (belum bersertifikat), maka pembebanan Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 10 ayat 3 UUHT).
Jadi pemberian Hak Tanggungan dan pembuatan APHT dapat dilakukan dalam keadaan tanah belum bersertifikat. Permohonan pendaftaran hak atas tanah diajukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran Hak Tanggungan ybs.
APHT dibuat rangkap dua, yang semuanya ditandatangi oleh pemberi dan penerima Hak Tanggungan, para saksi dan PPAT. Satu lembar Akta tsb disimpan di kantor PPAT. Lembar yang lain berikut warkah-warkah lain yang diperlukan disampaikan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah ditandatanganinya APHT yang bersangkutan (Pasal 13 ayat (2) UUHT.
2.       Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan (Pasal 13 UUHT)
Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pendaftaran Tanah dengan cara:
-          Membuat Buku Tanah Hak Tanggungan;
-          Mencatat dalam Buku Tanah hak atas tanah yang menjadi obyek;
-          Menyalin catatan tersebut pada Sertifikat Hak Tanggungan.
Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan adalah hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran. Jika hari ketujuh jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Pada Tanggal tsb lah Hak Tanggungan sudah lahir.
Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang terdiri dari :
-          Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan; dan
-          Salinan APHT yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen (PMNA.Ka.BPN No.3 Tahun 1996).
Untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pendalian yang mempunyai kekuatan hukum tetap, Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan membubuhkan pada sampulnya kata-kata :” DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
N.     TINGAKATAN HAK TANGGUNGAN
Sebidang tanah dapat dibebani dengan beberapa Hak Tanggungan atau dapat dipakai sebagai jaminan untuk beberapa kreditor, sehingga terjadi tingkatan hak Tanggungan yaitu pemegang Hak Tanggungan ke I, II, III dst.
Tingkatan tsb ditentukan berdasarkan tanggal pembukuannya (Pasal 13 ayat (4) UUHT). Sedangkan peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada hari yang sama ditentukan menurut nomor urut pembuatan APHT. Hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa APHT dilakukan oleh PPAT yang sama.

O.     PERALIHAN HAK TANGGUNGAN
Sebagai hak kebendaan, Hak Tanggungan dapat dialihkan atau beralih kepada pihak lain (Pasal 16 UUHT). Peralihan Hak Tanggungan terjadi karena hukum, karenanya tidak perlu dibuktikan dengan PPAT.
Beralihnya Hak Tanggungan Baru berlaku pada pihak ketiga pada hari dan tanggal didaftarkannya peralihan yang bersangkutan oleh Kantor Pertanahan. Pendaftaran dilakukan dengan membubuhkan catatan pada Buku Tanah Hak Tanggungan dan Bukun Tanah hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Catatan tersebut disalin pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

P.      SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT)
Pada azasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak tanggungan sebagai yang berhak atas obyek Hak Tanggungan.
SKMHT harus dibuat dihadapan Notaris dan PPAT dengan syarat-syarat :
1.       Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan;
2.       Tidak memuat kuasa substitusi;
3.       Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas debitor apabila debitor bukan pemilik Hak Tanggungan;
4.       Kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali dengan sebab apapun, kecuali berakhir karena telah dilaksnakan atau telah habis jangka waktunya;
5.       SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuata APHT dalam jangka waktu yang  ditetapkan batal demi hukum.
Jangka waktu :
a.       SKMHT untuk tanah yang bersertifikat wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 bulan sesudah diberikan;
b.       SKMHT untuk tanah yang belum bersertifikat, selambat-lambatnya 3 bulan;
c.       SKMHT untuk tanah yang sudah bersertifikat tetapi belum didaftarkan atas nama pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang haknya yang baru, selambat-lambatnya 3 bulan.
Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan Pemerintah.
Mengenai SKMHT yang sudah ada pada saat UUHT diundangkan, maka surat tersebut digunakan sebagai SKMHT  dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 9 April 1996 (Pasal 24 ayat (3) UUHT.
Q.     HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Menurut ketentuan Pasal 18 UUHT, Hak tanggungan dapat hapus karena :
1.       Hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
2.       Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan;
3.       Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
4.       Hapusnya hak atas tanah yang dibenani Hak Tanggungan.

R.      ROYA ATAU PENCORETAN HAK TANGGUNGAN
Hapusnya Hak Tanggungan membawa akibat administratif, yaitu menghapus beban Hak Tanggungan pada Buku Tanah dan Sertifikat hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan setempat berdasarkan surat pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan dari pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan sehubungan dengan pelunasan utangnya oleh debitor pemberi Hak Tanggungan.
Buku Tanah dan sertifikat Hak Tanggungan ditarik dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
Permohonan pencoretan dilakukan oleh kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan dengan melampirkan Sertifikat Hak Tanggungan. Jika kreditor tidak bersedia, dapat diajukan permohonan pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan NegerI setempat yang wilayah hukumnya meliputi dimana Hak Tanggungan tersebut didaftarkan.
Pencoretan karena adanya roya parsial (Pasal 2 ayat (2) UUHT jo. Pasal 16 UU No.16 Tahun 1985) dilakukan dengan mencatat hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan, yaitu pada Buku Tanah dan Sertifikat Hak Tanggungan ybs.





                                                                               









No comments:

Post a Comment

Basyar, Bani Adam, An-Nas, Insan dalam Al-Qur'an

Di dalam Al-Qur'an, manusia disebutkan dalam empat kata yang berbeda yakni Basyar, Bani Adam, An-Nas,dan Insan. Secara khusus keempat ka...